Selasa, 03 November 2015

Etika dalam Kantor Akuntan Publik

Nama  : Nurl Fathia Lulu Septiarini
NPM   : 25212506
Kelas   : 4EB19

1.        Etika Bisnis Akuntan Publik
Etika adalah aturan tentang baik dan buruk. Beretika dalam berbisnis adalah suatu pelengkap utama dari keberhasilan para pelaku bisnis. Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi bertujuan untuk mengatur perilaku para angota dalam menjalankan praktek profesinya. Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.  Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan.
Kantor akuntan publik merupakan tempat penyediaan jasa yang dilakukan oleh profesi akuntan publik sesuai dengan Standar Peraturan Akuntan Publik (SPAP). Akuntan publik berjalan sesuai dengan SPAP karena akuntan publik menjalankan jasa auditing, atestasi, akuntansi danreview serta jasa akuntansi.
Suatu organisasi profesi memerlukan etika profesional karena organisasi profesi ini menyediakan jasa kepada masyarakat untuk meneliti lebih lanjut mengenai suatu hal yang memerlukan penelitian lebih lanjut dimana akan menghasilkan informasi yang lebih akurat dari hasil penelitian. Jasa seperti ini memerlukan kepercayaan lebih serius dari mata masyarakat umum terhadap mutu yang akan diberikan oleh jasa akuntan. Agar kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik semakin tinggi, maka organisasi profesional ini memerlukan standar tertentu sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatannya.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut:
a.    Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
b.    Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas professionalisme. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
c.    Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
d.   Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
e.    Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
f.     Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
g.    Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
h.    Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
2.        Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis
Gagasan bisnis kontemporer sebagai institusi sosial dikembangkan berdasarkan pada persepsi yang menyatakan bahwa bisnis bertujuan untuk mencari laba. Persepsi ini diartikan secara jelas oleh Milton Friedman yang mengatakan bahwa tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak seharusnya diwarnai oleh penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian, melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan sendiri, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan satu dengan yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
3.        Krisis dalam Profesi akuntansi
Profesi akuntansi yang krisis bahayanya adalah apabila tiap-tiap auditor atau attestor bertindak di jalan yang salah, opini dan audit akan bersifat tidak berharga. Suatu penggunaan untuk akuntan akan mengenakkan pajak preparers dan wartawan keuangan tetapi fungsi audit yang menjadi jantungnya akuntansi akan memotong keluar dari praktek untuk menyumbangkan hampir sia-sia penyalahgunaannya. Perusahaan melakukan pengawasan terhadap auditor-auditor yang sedang bekerja untuk melaksanakan pengawasan intern, keuangan, administratif, penjualan, pengolahan data dan fungsi pemasaran diantara orang banyak.
Akuntan publik merupakan suatu wadah yang dapat menilai apakah laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi ataupun audit. Perbedaan akuntan publik dengan perusahaan jasa lainnya yaitu jasa yang diberikan oleh KAP akan digunakan sebagai alat untuk membuat keputusan. Kewajiban dari KAP yaitu jasa yang diberikan dipakai untuk make decision atau memiliki tanggung jawab sosial atas kegiatan usahanya.
Bagi akuntan berperilaku etis akan berpengaruh terhadap citra KAP dan membangun kepercayaan masyarakat serta akan memperlakukan klien dengan baik dan jujur, maka tidak hanya meningkatkan pendapatannya tetapi juga memberi pengaruh positif bagi karyawan KAP. Perilaku etis ini akan memberi manfaat yang lebih bagi manager KAP dibanding bagi karyawan KAP yang lain. Kesenjangan yang terjadi adalah selain melakukan audit juga melakukan konsultan, membuat laporan keuangan, menyiapkan laporan pajak. Oleh karena itu terdapat kesenjangan diatara profesi akuntansi dan keharusan profesi akuntansinya.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Akuntan, sebagai berikut :
·         Berkaitan dengan earning management.
·         Pemeriksaan dan penyajian terhadap masalah akuntansi.
·         Berkaitan dengan kasus-kasus yang dilakukan oleh akuntan pajak untuk menyusun laporan keuangan agar pajak tidak menyimpang dari aturan yang ada.
·         Independensi dari perusahaan dan masa depan independensi KAP. Jalan pintas untuk menghasilkan uang dan tujuan praktik selain untuk mendapatkan laba.
·         Masalah kecukupan dari prinsip-prinsip diterima umum dan asumsi-asumsi yang tersendiri dari prinsip-prinsip yang mereka gunakan akan menimbulkan dampak etika bila akuntan tersebut memberikan gambaran yang benar dan akurat.
Maraknya kecurangan di laporan keuangan, secara langsung maupun tidak langsung mengarah pada profesi akuntan. Sederetan kecurangan telah terjadi baik diluar maupun di Indonesia. Profesi akuntan saat ini tengah menghadapi sorotan tajam terlebih setelah adanya sejumlah skandal akuntansi yang dilakukan beberapa perusahaan dunia. Dalam hasil Kongres Akuntan Sedunia (Word Congres Of Accountants “WCOA” ke-16 yang diselenggarakan di Hongkong juga disimpulkan bahwa kredibilitas profesi akuntan sebagai fondasi utama sedang dipertaruhkan. Sebagai fondasi utama,tanpa sebuah kredibilitas profesi ini akan hancur. Hal ini disebabkan oleh beberapa skandal terkait dengan profesi akuntan yang telah terjadi. Namun, Profesi akuntan dapat saja mengatasi krisis ini dengan menempuh cara peningkatan independensi, kredibilitas, dan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu presiden International Federation of Accountants IFAC menghimbau agar para akuntan mematuhi aturan profesi untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat agar krisis profesi akuntan tidak lagi terjadi
4.        Regulasi dalam rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan secara keselurahan kalau melihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping kompartemen akuntan publik. Melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah Indonesia telah melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik. Kode etik IAI terdiri dari :
·         Prinsip etika, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota yang meliputi tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
·         Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik, terdiri dari independen, integritas, dan objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
·         Interpretasi Aturan Etika, merupakan panduan dalam menerapkan etika tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Di Indonesia penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tersebut, pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Dapat disimpulkan bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan publik masih tetap ada.
Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang harus dilakukan dan sepertinya masih sejalan dengan salah satu kebijakan umum pengurus IAI periode 1990 s/d 1994yaitu :
·         Penyempurnaan kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan akuntan atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar pemutakhiran kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres ke-7 di Bandung dan masih terus dan sedang dilakukan oleh pengurus komite kode etik saat ini.
·         Proses peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan profesi dan tindak lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian sebagai anggota IAI).
·         Harus ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan pengaduan baik kepada badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik meskipun tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari masyarakat luas.
5.        Peer Review
Peer review atau penelaahan sejawat (Bahasa Indonesia) merupakan suatu proses pemeriksaan atau penelitian suatu karya atau ide pengarang ilmiah oleh pakar lain di suatu bidang tertentu. Orang yang melakukan penelaahan sejawat disebut penelaah sejawat atau mitra bestari (peer reviewer). Proses ini dilakukan oleh editor atau penyunting untuk memilih dan menyaring manuskrip yang dikirim serta dilakukan oleh badan pemberi dana untuk memutuskan pemberian dana bantuan. Peer review ini bertujuan untuk membuat pengarang memenuhi standar disiplin ilmu yang mereka kuasai dan standar keilmuan pada umumnya. Publikasi dan penghargaan yang tidak melalui peer review ini mungkin akan dicurigai oleh akademisi dan profesional pada berbagai bidang. Bahkan, pada jurnal ilmiah terkadang ditemukan kesalahan, penipuan (fraud) dan sebagainya yang dapat mengurangi reputasi mereka sebagai penerbit ilmiah yang terpercaya.

CONTOH KASUS :
Kasus   pelanggaran   Standar   Profesional   Akuntan   Publik   kembali   muncul.   Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama   dua   tahun,   terhitung   sejak   15   Maret   2007.   Kepala   Biro   Hubungan Masyarakat   Departemen   Keuangan   Samsuar   Said   dalam   siaran   pers   yang   diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik   tersebut   melakukan   pelanggaran   terhadap  Standar   Profesional   Akuntan   Publik (SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga   telah   melakukan   pelanggaran   atas   pembatasan   penugasan   audit   umum   dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan   Apartemen   Nuansa   Hijau   sejak   tahun   buku   2001   sampai   dengan   2004. Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review,  audit   kinerja   dan   audit   khusus.   Yang   bersangkutan   juga   dilarang   menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa- jasa   yang   telah   diberikan,   serta   wajib   memenuhi   ketentuan   mengikuti   Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.
Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005. Sebelumnya, di bulan November tahun lalu, Depkeu juga melakukan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan   Konsolidasi   PT   Great   River   International   Tbk   (Great   River)   tahun   2003. Kasus Great River sendiri mencuat ke publik seiring terjadinya gagal bayar obligasi yang diterbitkan  perusahaan produsen   pakaian  tersebut.  Badan  Pengawas  Pasar  Modal  dan Lembaga   Keuangan   (Bapepam-LK)   mengindikasikan   terjadi   praktik   overstatement (pernyataan   berlebihan)   penyusunan   laporan   keuangan   yang   melibatkan   auditor independen, yakni akuntan publik Justinus Aditya Sidharta. Cukup satu saksi ahli Terhadap kasus Great River, saat ini Bapepam-LK sedang meminta penilaian independen dari saksi ahli untuk menuntaskan pemeriksaan kasus overstatement laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Wahyu Hidayat mengatakan akuntan publik akan dipanggil untuk memberikan penilaian terhadap kasus laporan keuangan Great River. “Penyidikan Great River masih pada tahap penyempurnaan, kami menyiapkan saksi ahli dari akuntan publik,” tuturnya kepada pers, pekan lalu.
Pemanggilan saksi ahli oleh penyidik Bapepam-LK ini dibenarkan oleh UU No 8 Tahun 1995  tentang   Pasar   Modal.   Alasannya,   dalam   Pasal   101   ayat  3  h  UU  Pasar   Modal disebutkan,   penyidik   Bapepam-LK   berwenang   meminta   bantuan   ahli   dalam   rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pasar modal. Pasca pengambilan keterangan akuntan publik, otoritas pasar modal  segera menyusun berkas pemeriksaan overstatement laporan keuangan Great River yang akan dilimpahkan ke Kejaksaan. Berkas itu, kata Wahyu, akan dibuat  terpisah dari berkas  pemeriksaan direksi. Ditambahkan oleh Wahyu saksi ahli kasus Great River bisa diambil dari anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) asalkan independen. Dalam waktu dekat ini, akuntan yang akan ditetapkan sebagai saksi ahli segera diumumkan oleh otoritas pasar modal itu. “Satu saksi ahli cukup. Bisa dari IAI atau siapapun, yang pasti independen. Kalau sudah cukup dengan saksi ahli itu, langsung kami berkas,” sambungnya.

http://dokumen.tips/documents/contoh-kasus-etika-profesi-akuntan.html

Etika dalam Auditing

Nama  : Nurl Fathia Lulu Septiarini
NPM   : 25212506
Kelas   : 4EB19

Pengertian Etika dalam auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.  Auditor harus bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan memadai mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
1.        Kepercayaan Publik
Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung pada objektifitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepercayaan masyarakat umum  sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka.
2.        Tanggung Jawab Auditor kepada Publik
Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3.        Tanggung Jawab Dasar Auditor
Sebelum auditor bertanggung jawab kepada publik, maka seorang auditor memiliki tanggung jawab dasar yaitu :
1.      Perencanaan, Pengendalian, dan Pencatatan
      Auditor perlu merencanakan, mengendalikan, dan mencatat pekerjaannya.
2.      Sistem Akuntansi
       Auditor harus dapat mengetahui dengan pasti bagaimana sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan memiliki kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
3.      Bukti Audit
       Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk dapat memberikan kesimpulan rasional.
4.      Pengendalian Intern
      Apabila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan kepada pengendalian internal, maka hendaknya harus dapat memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
5.      Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan
      Auditor dapat melaksanakan tinjauan ulang mengenai laporan keuangan yang relevan dengan seperlunya, dlam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasrkan bahan bukti audit lain yang didapatkan dan untuk member dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

4.        Independensi Auditor
        Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi dan Puradireja, 2002: 26). Auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
a)     Independensi dalam Fakta (Independence in fact) : Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b)      Independensi dalam Penampilan (Independence in appearance) : Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
c)     Independensi dari sudut Keahliannya (Independence in competence) : Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

5.        Peraturan Pasar Modal dan Regulator mengenai Independensi Akuntan Publik
Penilaian kecukupan peraturan perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup beberapa komponen analisa yaitu:
a.         Ketentuan isi pelaporan emitmen atau perusahaan publik yang harus disampaikan kepada publik dan Bapepam,
b.        Ketentuan Bapepam tentang penerapan internal control pada emitmen atau perusahaan public,
c.         Ketentuan Bapepam tentang, pembentukan Komite Audit oleh emitmen atau perusahaan public,
d.        Ketentuan tentang aktivitas profesi jasa auditor independen.

CONTOH KASUS :
Kasus Mulyana W Kusuma
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
Analisa : Dalam kasus ini terdapat pelanggaran kode etik dimana auditor telah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang auditor dalam mengungkapkan kecurangan. Auditor telah melanggar prinsip keempat etika profesi yaitu objektivitas, karena telah memihak salah satu pihak dengan dugaan adanya kecurangan. Auditor juga melanggar prinsip kelima etika profesi akuntansi yaitu kompetensi dan kehati-hatian professional, disini auditor dianggap tidak mampu mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professionalnya sampai dia harus melakukan penjebakan untuk membuktikan kecurangan yang terjadi.


Kode Etik Profesi Akuntansi


Nama  : Nurl Fathia Lulu Septiarini
NPM   : 25212506
Kelas   : 4EB19

1.        Kode Perilaku Profesional
Kode etik profesi di definisikan sebagai pegangan umum yang mengikat setiap anggota, serta sutu pola bertindak yang berlaku bagi setiap anggota profesinya. Alasan utama diperlukannya tingkat tindakan profesional yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan keyakinan publik atas kualitas layanan yang diberikan oleh profesi, tanpa memandang masing – masing individu yang menyediakan layanan tersebut. Kode perilaku profesional terdiri dari : Prinsip – prinsip, peraturan etika, interpretasi atas peraturan etika dan kaidah etika
2.        Prinsip-prinsip Etika : IFAC, AICPA,IAI
Kode Etik Prinsip-prinsip Dasar Akuntan Profesional  IFAC sebagai berikut :
·           Integritas
·            Objektivitas
·           Kompetensi professional dan Kesungguhan
·           Kerahasiaan
·           Perilaku Profesional
Prinsip – prinsip etika menurut AICPA sebagai berikut :
·           Tanggung Jawab
·           Kepentingan Umum
·           Integritas
·           Objectivitas dan Independensi 
·           Due Care
·           Sifat dan Cakupan Layanan
Kode etik IAI memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
1)        Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2)        Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
3)        Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
4)        Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5)        Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
6)        Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7)        Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8)        Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
3.        Aturan dan Interpretasi Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
a.         Aturan Etika :
·      Independensi, Integritas, dan Obyektifitas
·      Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
·      Tanggungjawab kepada Klien
·      Tanggungjawab kepada Rekan Seprofesi
·      Tanggung jawab dan praktik lain
b.          Interpretasi Etika
Dalam prakteknya tak ada etika yang mutlak. Standar etika pun berbeda-beda pada sebuahkomunitas sosial, tergantung budaya, norma,dan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah kawasan regional, negara,agama, maupun komunitas group. Tidak ada etika yang universal.
Garis Besar Kode Etik dan Perilaku Profesional
a.         Kontribusi untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia.
b.        Hindari menyakiti orang lain.
c.         Bersikap jujur dan dapat dipercaya
d.        Bersikap adil dan tidak mendiskriminasi nilai-nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam mengatur perintah.
e.         Hak milik yang temasuk hak cipta dan hak paten.
f.         Memberikan kredit yang pantas untuk properti intelektual.
g.        Menghormati privasi orang lain
h.        Kepercayaan

CONTOH KASUS :
Beberapa kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones, et al. (2003) lebih memilih pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda dengan pendekatan aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act. Mastracchio (2005) menekankan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi akuntansi. 
Tanggapan :
Dalam profesi akuntan terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka dipekerjakan dan dibayar oleh perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan dan tujuan tersendiri.