Jumat, 13 Juni 2014

Tugas Individu (Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi)

Kasus Pembobolan Dana Nasabah Citibank


PEMBAHASAN

Kasus pembobolan dana nasabah Citibank yang dilakukan salah satu karyawan bank Citibank yang menjabat sebagai Relationship Manager Citigold yaitu Inong Malinda alias Melinda Dee sempat menyita perhatian masyarakat pada tahun 2011.Karena nilainya yang cukup fantastis maka banyak masyarakat yang menyayangkan munculnya kasus ini. Suami melinda yaitu Andhika Gumilang yang mempunyai latar belakang sebagai artis membuat kasus ini semakin banyak diperbincangkan.
Pembobolan dana simpanan nasabah yang dilakukan Melinda sudah terjadi kurang lebih tiga tahun. Pihak Citibank melaporkan ke Mabes Polri terkait adanya pembobolan dana nasabah pada bulan Januari. Melinda ditangkap di apartemen mewahnya oleh penyidik Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri.
Melinda berkerja sama dengan beberapa orang bawahannya yaitu Dwi Herawati, Novianty Iriane, Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank, Reniwati Hamid, RJ selaku Cash Official Manajer atau atasan teller, dan SW selaku Cash Supervisor Manager. Modus yang digunakan oleh Melinda adalah dengan menyalahgunakan kepercayaan para nasabahnya. Salah satu cara Melinda untuk meraih kepercayaan para nasabah adalah dengan melayani mereka di ruang khusus di kantor Citibank, dan pelayanan istimewa ini tidak dilakukan dalam waktu singkat tetapi dengan waktu yang sangat lama hingga puluhan tahun sehingga para nasabah memberikan kepercayaan penuh kepada Melinda.
Mereka diberikan blanko kosong untuk di tanda tangani, kemudian Melinda mengambil uang mereka sedikit demi sedikit tanpa disadari oleh para nasabahnya. Setelah mengambil dana itu, Melinda memerintahkan Dwi Herawati agar mentransfer uang tersebut ke perusahaan-perusahaan milik Melinda. Salah satu korban bersaksi  yaitu Rohly Pateni , bahwa ia mengaku sangat percaya kepada Melinda karena sudah 18 tahun menjadi nasabah Citibank dan ditangani Melinda. Dia jarang mengecek rekeningnya karena sibuk bekerja.
Agar kedok dan bukti kejahatan Melinda tidak terbongkar, dia membuat beberapa perusahaan yang dialiri oleh dana nasabah atas nama orang lain. Beberapa perusahaan yang didirikan Melinda adalah PT Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources, dan PT Axcomm Infoteco Centro. Pada kenyataannya uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.
Suami Melinda “Andhika” menyimpan hasil pencurian dana tersebut dengan membuka banyak rekening dan menggunakan kartu identitas palsu.  Andhika diseret ke pengadilan dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menerima dan menampung uang yang diduga hasil tindakan yang dilakukan oleh istrinya. Selain Andhika, adik dari Andhika yaitu Visca Lovitasari beserta suaminya Ismail bin Jamin diduga menerima aliran dana tersebut. Melinda melakukan tindakan penggelapan dan pencucian uang dengan kurun waktu 22 Januari 2007 sampai 7 Februari 2011 dengan jumlah 117 transaksi, dimana 64 transaksi dalam bentuk pecahan rupiah dan 53 transaksi dalam dolar AS.
Andhika didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Melinda dikenakan pasal berlapis yaitu pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP.  Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancaman yang diberikan adalah maksimal 15 tahun penjara.
Fakta lain yang terungkap adalah keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb, namun dia menyatakan tidak pernah melakukan bisnis di PT Sarwahita Group Managemen (salah satu perusahaan yang didirikan Melinda). Tidak jelas dan pasti apakah pernyataan ini benar atau tidak karena tidak ada pemeriksaan lebih lanjut terhadap pihak yang bersangkutan.
Korban Melinda yang melapor ke polisi hanya tiga orang. Padahal korban Melinda mencapai puluhan orang. Banyak pihak yang berharap seluruh korban dapat melapor sehingga juga bisa diselidiki apakah ada lagi pihak-pihak yang terlibat dengan kasus ini.
Melinda Dee dituntut dengan hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar (subsider 7 bulan kurungan).  Tuntutan tersebut di bacakan oleh Jaksa Penuntut Umum PN Jakarta Selatan. Tapi akhirnya Melinda di vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar dan vonis tersebut diharapkan bisa menjadi efek jera.
            Kasus ini tentunya dapat mengakibatkan kerugian dan akibat buruk bagi dunia perbankan di Indonesia serta Citibank khususnya pada manajemen likuiditasnya. Jika Citibank tidak mampu menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan nasabah maka Citibank bisa dilikuidasi oleh Bank Indonesia. Akibat kasus ini pula dapat menimbulkan hilangnya kepercayan nasabah dan masyarakat apalagi maraknya kasus-kasus lain di dunia perbankan. Para nasabah dan calon nasabah mulai bertanya-tanya atas keamanan dana mereka di suatu bank. Jika para nasabah dan masyarakat lebih memilih untuk tidak menggunakan bank dalam menyimpan dana mereka maka peredaran uang akan semakin banyak dan akan menimbulkan inflasi yang tinggi. Agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi maka hukum harus ditegakkan. Pemerintah harus turut serta dalam pembuatan dan pengawasan hukum tersebut.

DAFTAR PUSTAKA