Kasus Pembobolan Dana Nasabah Citibank
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Kasus
pembobolan dana nasabah Citibank yang dilakukan salah satu karyawan bank Citibank
yang menjabat sebagai Relationship Manager Citigold yaitu Inong Malinda alias
Melinda Dee sempat menyita perhatian masyarakat pada tahun 2011.Karena nilainya
yang cukup fantastis maka banyak masyarakat yang menyayangkan munculnya kasus
ini. Suami melinda yaitu Andhika Gumilang yang mempunyai latar belakang sebagai
artis membuat kasus ini semakin banyak diperbincangkan.
Pembobolan dana simpanan nasabah yang dilakukan Melinda
sudah terjadi kurang lebih tiga tahun. Pihak Citibank melaporkan ke Mabes Polri
terkait adanya pembobolan dana nasabah pada bulan Januari. Melinda ditangkap di
apartemen mewahnya oleh penyidik Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan Reserse
Kriminal Markas Besar Polri.
Melinda
berkerja sama dengan beberapa orang bawahannya yaitu Dwi Herawati, Novianty
Iriane, Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank, Reniwati Hamid, RJ
selaku Cash Official Manajer atau atasan teller, dan SW selaku Cash Supervisor
Manager. Modus yang digunakan oleh Melinda adalah dengan menyalahgunakan
kepercayaan para nasabahnya. Salah satu cara Melinda untuk meraih kepercayaan
para nasabah adalah dengan melayani mereka di ruang khusus di kantor Citibank,
dan pelayanan istimewa ini tidak dilakukan dalam waktu singkat tetapi dengan
waktu yang sangat lama hingga puluhan tahun sehingga para nasabah memberikan
kepercayaan penuh kepada Melinda.
Mereka
diberikan blanko kosong untuk di tanda tangani, kemudian Melinda mengambil uang
mereka sedikit demi sedikit tanpa disadari oleh para nasabahnya. Setelah mengambil
dana itu, Melinda memerintahkan Dwi Herawati agar mentransfer uang tersebut ke
perusahaan-perusahaan milik Melinda. Salah satu korban bersaksi yaitu Rohly Pateni , bahwa ia mengaku sangat
percaya kepada Melinda karena sudah 18 tahun menjadi nasabah Citibank dan
ditangani Melinda. Dia jarang mengecek rekeningnya karena sibuk bekerja.
Agar
kedok dan bukti kejahatan Melinda tidak terbongkar, dia membuat beberapa
perusahaan yang dialiri oleh dana nasabah atas nama orang lain. Beberapa
perusahaan yang didirikan Melinda adalah PT Sarwahita Global Manajemen, PT
Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources, dan PT Axcomm Infoteco Centro.
Pada kenyataannya uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan
keluarganya.
Suami
Melinda “Andhika” menyimpan hasil pencurian dana tersebut dengan membuka banyak
rekening dan menggunakan kartu identitas palsu. Andhika diseret ke pengadilan dengan tuduhan
melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menerima dan menampung uang yang
diduga hasil tindakan yang dilakukan oleh istrinya. Selain Andhika, adik dari
Andhika yaitu Visca Lovitasari beserta suaminya Ismail bin Jamin diduga
menerima aliran dana tersebut. Melinda melakukan tindakan penggelapan dan
pencucian uang dengan kurun waktu 22 Januari 2007 sampai 7 Februari 2011 dengan
jumlah 117 transaksi, dimana 64 transaksi dalam bentuk pecahan rupiah dan 53
transaksi dalam dolar AS.
Andhika
didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian
Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 263 Ayat
(2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Melinda
dikenakan pasal berlapis yaitu pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat
1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan
pasal 65 KUHP. Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana
Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal
65 ayat 1 KUHP. Ancaman yang diberikan adalah maksimal 15 tahun penjara.
Fakta
lain yang terungkap adalah keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan
Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb, namun dia
menyatakan tidak pernah melakukan bisnis di PT Sarwahita Group Managemen (salah
satu perusahaan yang didirikan Melinda). Tidak jelas dan pasti apakah
pernyataan ini benar atau tidak karena tidak ada pemeriksaan lebih lanjut
terhadap pihak yang bersangkutan.
Korban
Melinda yang melapor ke polisi hanya tiga orang. Padahal korban Melinda
mencapai puluhan orang. Banyak pihak yang berharap seluruh korban dapat melapor
sehingga juga bisa diselidiki apakah ada lagi pihak-pihak yang terlibat dengan
kasus ini.
Melinda
Dee dituntut dengan hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp 10
miliar (subsider 7 bulan kurungan). Tuntutan tersebut di bacakan oleh Jaksa
Penuntut Umum PN Jakarta Selatan. Tapi akhirnya Melinda di vonis 8 tahun
penjara dan denda Rp 10 miliar dan vonis tersebut diharapkan bisa menjadi efek
jera.
Kasus ini tentunya dapat mengakibatkan
kerugian dan akibat buruk bagi dunia perbankan di Indonesia serta Citibank
khususnya pada manajemen likuiditasnya. Jika Citibank tidak mampu menyediakan
dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah
dikeluarkan nasabah maka Citibank bisa dilikuidasi oleh Bank Indonesia. Akibat
kasus ini pula dapat menimbulkan hilangnya kepercayan nasabah dan masyarakat
apalagi maraknya kasus-kasus lain di dunia perbankan. Para nasabah dan calon nasabah mulai
bertanya-tanya atas keamanan dana mereka di suatu bank. Jika para nasabah dan
masyarakat lebih memilih untuk tidak menggunakan bank dalam menyimpan dana
mereka maka peredaran uang akan semakin banyak dan akan menimbulkan inflasi
yang tinggi. Agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi maka hukum harus
ditegakkan. Pemerintah harus turut serta dalam pembuatan dan pengawasan hukum
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA