TAMAN SARI
Istana Air penuh Keindahan dan Rahasia
Istana Air penuh Keindahan dan Rahasia
Masa
setelah Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi membangun keraton sebagai pusat
pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi yang
kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I membangun keraton di tengah sumbu
imajiner yang membentang di antara Gunung Merapi dan Pantai Parangtritis. Titik
yang menjadi acuan pembangunan keraton adalah sebuah umbul (mata air). Untuk menghormati jasa
istri-istri Sultan karena telah membantu selama masa peperangan, beliau
memerintahkan Demak Tegis seorang arsitek berkebangsaan Portugis dan Bupati
Madiun sebagai mandor untuk membangun sebuah istana di umbul yang terletak 500 meter selatan
keraton. Istana yang dikelilingi segaran (danau buatan) dengan wewangian dari
bunga-bunga yang sengaja ditanam di pulau buatan di sekitarnya itu sekarang
dikenal dengan nama Taman Sari.
Dari atas
Gapura Panggung Sultan biasa menyaksikan tari-tarian di bawah sana.
Bangunan-bangunan di sampingnya merupakan tempat para penabuh dan di
tengah-tengah biasa didirikan panggung tempat para penari menunjukkan
kepiawaian dan keluwesan mereka ketika memasuki Taman Sari. Dari Gapura Panggung,
masuk ke area yang dulunya hanya diperbolehkan untuk Sultan dan keluarganya, kolam
pemandian Taman Sari. Gemericik air langsung menyapa. Airnya yang jernih
berpadu apik dengan tembok-tembok krem gagah yang mengitarinya. Kolam pemandian
di area ini dibagi menjadi tiga yaitu Umbul Kawitan (kolam untuk putra-putri
Raja), Umbul Pamuncar (kolam untuk para selir), dan Umbul Panguras (kolam untuk
Raja).
Sebuah
periuk tempat istri-istri Sultan bercermin masih utuh berdiri ketika memasuki
menara tempat pribadi Sultan. Ornamen yang menghiasi periuk memberi kesan
glamor terhadap benda yang terletak di samping lemari pakaian Sultan tersebut.
Bisa dibayangkan, 200 tahun lalu seorang wanita cantik menunggu air di periuk
ini hingga tenang lalu dia menundukkan kepalanya, memperbaiki riasan dan
sanggulnya, memperindah raganya sembari bercermin. Selain periuk dan kamar
pribadi Sultan, di menara yang terdiri dari tiga tingkat ini ada tangga dari
kayu jati yang masih utuh terawat sehingga memberi kesan antik bagi siapa pun
yang melihatnya. Naik ke tingkat paling atas, pantulan mentari dari kolam di
bawahnya dan seluruh area Taman Sari terlihat dengan jelas. Mungkin dahulu
Sultan juga menikmati pemandangan dari atas sini, pemandangan Taman Sari yang
masih lengkap dengan danau buatannya dan bunga-bunga yang semerbak mewangi.
Selepas
menikmati pemandangan dari atas menara, menuju Gapura Agung, tempat kedatangan
kereta kencana yang biasa dinaiki Sultan dan keluarganya. Gapura yang dominan
dengan ornamen bunga dan sayap burung ini menjadi pintu masuk bagi keluarga
Sultan yang hendak memasuki Taman Sari. Pesanggrahan tepat di selatan Taman
Sari menjadi tujuan berikutnya. Sebelum berperang, Sultan akan bersemedi di
tempat ini. Suasana senyap dan hening langsung terasa. Di sini, Sultan pastilah
memikirkan berbagai cara negosiasi dan strategi perang supaya kedaulatan
Keraton Yogyakarta tetap terjaga. Area ini juga menjadi tempat penyimpanan
senjata-senjata, baju perang, dan tempat penyucian keris-keris jaman dahulu.
Pelatarannya biasa digunakan para prajurit berlatih pedang.
Masih ada
beberapa tempat yang harus disinggahi seperti Sumur Gumuling dan Gedung
Kenongo. Untuk menuju tempat tersebut, harus melewati Tajug, lorong yang
menghubungkan Taman Sari dengan keraton dan juga Pulo Kenongo. Lorong bawah
tanah yang lebar ini memang untuk berjaga-jaga apabila keraton dalam keadaan
genting. Ruang rahasia banyak tersembunyi di tempat ini. Keluar dari Tajug, kita
akan melihat bekas dari Pulo Kenongo yang dulunya banyak ditumbuhi bunga
kenanga yang menyedapkan Taman Sari. Selanjutnya menuju Sumur Gumuling, masjid
bawah tanah tempat peribadatan raja dan keluarga. Bangunan dua tingkat yang
didesain memiliki sisi akustik yang baik. Jadi, pada zaman dahulu, ketika imam
mempimpin shalat, suara imam dapat terdengar dengan baik ke segala penjuru.
Sekarang pun, hal itu masih dapat dirasakan. Suara percakapan dari orang-orang
yang ada jauh dari kita terasa seperti mereka sedang berada di samping kita.
Selain itu, Untuk menuju ke pusat masjid ini, lagi-lagi harus melewati
lorong-lorong yang gelap. Sesampainya di tengah masjid yang berupa tempat
berbentuk persegi dengan 5 anak tangga di sekelilingnya, keagungan semakin
terasa. Ketika menengadahkan kepala terlihat langit biru. Suara burung yang
terdengar dari permukiman penduduk di area Taman Sari semakin menambah tenteram
suasana.
Persinggahan
terakhir adalah Gedung Kenongo. Gedung yang dulunya digunakan sebagai tempat
raja bersantap ini merupakan gedung tertinggi se-Taman Sari. Di tempat ini kita
dapat menikmati golden sunset yang mempesona. Keseluruhan Taman Sari pun bisa
dilihat dari sini, seperti Masjid Soko Guru di sebelah timur dan
ventilasi-ventilasi dari Tajug. Puas dengan kesegaran air dari Taman Sari,
langit akan menyapa. Pemandangan yang indah sekaligus mempesona ditawarkan
Taman Sari. Pesona air yang apik berpadu dengan tembok-tembok bergaya campuran
Eropa, Hindu, Jawa, dan China menjadi nilai yang membuat Taman Sari tak akan
terlupakan.
TAMAN SARI
A Water Castle which is Full of Beauty and Secret
An era after Giyanti Treaty, Pangeran Mangkubumi was build a palace as the central of Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat's goverment. Pangeran Mangkubumi later known as Sultan Hamengku Buwono I was building the palace in the center of imaginary line connecting Parangtritis Beach and Mount Merapi. The point that was being a reference for building the palace is an umbul (fountain). To respect his wives good turns because they helped Sultan in the war time, Sultan asked Demak Tegis, a Portuegese architect and Bupati Madiun, as the foreman, to build a palace in that fountain which is located 500 meters in the south of keraton. The palace which is surrounded by Segaran (artificial lake) with the fragrant scent of flowers which were planted in the artificial island surrounds it is called as Taman Sari (Water Castle) now.
From
the top of the Stage Gate Sultan used to watch the dance down there. The
buildings next to it is a place where the musicians and in the midst of the
usual set stage where the dancers show their skill and flexibility when
entering Taman Sari. From Arch Stage, enter an area that was once only allowed
for the Sultan and his family, swimming baths Taman Sari. Gurgling directly
addressed. Clear water blends nicely with the creamy stout walls surrounding
them. Bathing pool in this area is divided into three Bannerman kawitan (pool
for children of the King), Bannerman Pamuncar (pool for the concubines), and Bannerman
Panguras (pool for the King).
A pot
where the wives of Sultan mirror still intact standing when entering a private
place of Sultan tower. Ornaments that decorate the pot to give the impression
of glamor to the objects located beside the Sultan's wardrobe. You can imagine
that 200 years ago a beautiful woman waiting for the water in the pot is to
quiet and then he bowed his head, fixing makeup and bun, embellish her body
while the mirror. In addition to pots and a private room Sultan, in the tower which
consists of three levels there are stairs from teak wood preserved intact, thus
giving the impression of an antique for anyone who saw it. Climb up to the top
level, the reflection of the sun in the pool below it and the whole area of Taman Sari clearly visible. May advance
Sultan also enjoy the view from up here, the scenery Taman Sari is still
complete with artificial lake and the flowers are fragrant scent.
After
enjoying the view from the top of the tower, towards the Great Gate, where the
arrival of regular carriage ride Sultan and his family. The dominant gate with
floral ornament and wings of a bird is an entrance to Sultan's family who want
to enter the Taman Sari. Rest house just south of Taman Sari become the next
destination. Before the war, the Sultan will meditate in this place. Silent and
quiet atmosphere was immediate. Here, the Sultan must think of various ways of
negotiation and that the war strategy Keraton sovereignty is maintained. This
area is also a storage area weapons, armor, and purgatory kris antiquity. The
court used the soldiers to practice sword.
There
are still some places that should be visited as well Gumuling and Kenongo
Building. To get to that place, must pass Tajug, hallway that connects Taman
Sari with the palace and also Pulo Kenongo. Wide underground passage is indeed
a precaution when the palace in a precarious state. Many secret room hidden in
this place. Out of Tajug, we will see traces of Pulo Kenongo formerly overgrown
ylang flowers are menyedapkan Taman Sari. Next to the Well Gumuling,
underground places of worship mosques king and family. Two-story building
designed to have good acoustic side. Thus, in ancient times, when the imam
leads the prayer, the priest sound can be heard well in all directions. Even now,
it still can be felt. Voice conversations of people who exist far away from us
feel like they are on our side. In addition, To go to the center of this
mosque, again must pass through dark hallways. Arriving in the middle of the
mosque in the form of a square-shaped with 5 risers around him, majesty
increasingly felt. When tilted head looks blue sky. Bird sounds coming from
settlements in the area of Taman
Sari further adds to the serene atmosphere.
The last destination
is Kenongo Building. The building which was used for Sultan to dine with family
is the highest building in Taman Sari. In this place you can watch the
enchanting golden sunset. All Taman Sari complez also can be seen from the top
of Gedung Kenongo such as, Soko Guru mosquee in the east Taman Sari and Tajug's
ventilations. Satisfied by the freshness of water in Taman Sary, the sky will
greet us. The beautiful and enchanting view is offered by Taman Sari. The
Enchanting water pools blend with walls which was blended from European,
Hinduism, Java and China styled become a value that makes Taman Sari
unforgetable.